Joined: 12 Dec 2003 Posts: 384 Location: subank funkin jaya
|
QUEEN*
*Fine Art's Maestro*
*Oleh Ahmad Dhani*
"Queen is the most genius band, Beatles is the most popular band,
U2 is the most perfect band, dan The Rolling Stones
is the most legend band in the world".
Itu adalah kata-kata yang sering saya ucapkan saat diwawancara
teman-teman
wartawan tentang arti Queen di mata saya secara pribadi. Meskipun
saya
fans
yang sangat fanatik, tapi saya tidak menganggap Queen adalah bentuk
konsep
band yang sempurna. Karena mungkin kebetulan saya juga pelaku seni
musik
yang terjun langsung di dalam industri musik.
Dari kaca mata industri musik, jelas The Beatles lebih populer.
Tentunya
karena selain mereka adalah pendahulu untuk urusan musik pop dan
rock
(hanya
orang-orang ketinggalan jaman yang berani menyangkal!), mereka juga
*good
looking guy* (seperti boy band, tapi sangat jenius) dan album mereka
sangat
laris. Itu semua tidak dimiliki oleh Queen.
Queen sendiri bermula dari sebuah grup psikedelik bernama Smile yang
terdiri
dari gitaris Brian May dan drummer Roger Taylor yang dibentuk pada
tahun
1967. Sepeninggal vokalis mereka, Tim Staffell, pada tahun 1971 May
dan
Taylor mengajak Freddie Mercury, mantan vokalis Wreckage, untuk
bergabung.
Tidak lama kemudian bassist John Deacon bergabung. Inilah cikal
bakal
Queen.
Empat pemuda penuh visi yang ternyata mempunyai latar belakang
akademis
yang
unik. Brian May seorang astronomist yang siap meraih gelar PhD.
Roger
Taylor
seorang dokter gigi yang kepincut dengan perangkat drum. John Deacon
adalah
mahasiswa yang memiliki otak jenius ilmuwan. Sementara Freddie
Mercury
yang
terlahir dengan nama Farrokh Bulsara adalah seorang *fashion
designer*.
Mereka berempat sepakat mengibarkan nama Queen dengan mengetengahkan
paduan
musik teaterikal lengkap dengan pola *fashion* seperti yang
dipamerkan
David
Bowie dengan konsep andogini berpadu dengan gaya flamboyan Marc
Bolan.
Tidak
cuma itu, dalam musik mereka juga terdapat paham musik prog-rock
seperti
yang dipresentasikan oleh Yes dan Emerson, Lake, and Palmer. Pula
mereka
tidak menampik gelora pop seperti yang dibawakan dari 10cc dan
Sparks.
Untuk
lebih meningkatkan karakter mereka, Queen sengaja meminta seorang
*fashion
designer* bernama Zandra Rhodes untuk khusus menangani kostum mereka.
Dari segi karakter dan imej band, pada perjalanan karirnya Queen
memang
tetap saja masih di bawah nama besar The Rolling Stones. Mick Jagger
dan
Keith Richard jauh melegenda dibandingkan sosok Freddie Mercury dan
Brian
May. Dan disayangkan juga album-album Queen memang tidak selaris
album
milik The Beatles, The Rolling Stones dan U2. Itu semua karena Queen
memang
tidak berniat membuat musik mereka menjadi musik yang diterima
Amerika.
Mereka sangat bangga dengan musik kerajaan yang mereka usung.
Berbeda
dengan
band-band lain yang memang memasukkan unsur rock & roll murni kedalam
musiknya. Dan itu memang kenyataan pahit yang Queen harus terima
bahwa
album
mereka tidak seberapa laku di Amerika, dan itu artinya itu adalah
kehilangan
pasar yang sangat besar.
Album *The Game* dengan singel "Another One Bites The Dust" adalah
album
Queen yang paling laris. Di Amerika saja terjual sekitar 4,5 juta
kopi.
Memang sangat jauh banget kalau dibandingkan dengan penjualan *White
Album*dari The Beatles yang mencapai angka 19 juta kopi atau
*Led Zeppelin II* yang tembus sampai angka 12 juta kopi. Tetapi itu
adalah
bentuk idealisme musik mereka. Meskipun saya tidak yakin kalau Queen
tidak
ingin menjadi band nomor wahid.
Kenapa saya begitu yakin? Karena dari awal karirnya Freddie Mercury,
Brian
May, Roger Taylor, dan John Deacon adalah penggemar The Beatles, The
Who,
Led Zeppelin, Black Sabbath dan Jimi Hendrix. Semuanya musisi kelas
satu.
Jadi mustahil kalau Queen tidak berambisi untuk bisa ada di jajaran
musisi
kelas satu juga. Tapi apa mau di kata, menjadi nomor satu bukan
pilihan, itu
a d a l a h t a k d i r T u h a n.
Tapi itu semua adalah pembicaraan dari kaca mata industri musik.
Kalau
perspektif pola pikir kita berbicara masalah *fine art,* Queen
menjadi
sesuatu
yang tidak bisa di tandingi kejeniusannya dalam memproduksi
musik.
Boleh saja pers Amerika tidak pernah mengangkat masalah kejeniusan
Queen
yang tidak tertandingi ini karena mungkin wartawan Amerika atau
Inggris
itu
tidak banyak yang mengerti musik atau memang bukan pelaku seni itu
sendiri.
Oleh sebab itu saya sangat menyayangkan kenapa di luar negeri
banyak
media
yang kurang mengerti musik lantas membuat polling album terbaik tanpa
mengedepankan album Queen. Celakanya, kita yang ada di Indonesia
"nurut"
saja dengan wacana yang dibuat oleh media barat tentang Queen.
Bagi saya sebagai pelaku seni musik dan industrinya,
Queen
adalah
penyempurna dari apa yang sudah dibuat oleh The Beatles, Led
Zeppelin,
Black
Sabbath, Jimi Hendrix, dan The Who. Tentunya supaya sedikit berbeda,
Queen
memberi bumbu dengan komposisi klasik yang tentunya bukan keahlian
dari
band band yang mereka kagumi.
Bagi saya, Queen bahkan layak disejajarkan dengan Mozart,
Bach,
Bethoven, Ravel, Rachmanninov, Stavinsky, Maghler dan komponis klasik
lainnya. Tapi sayang media barat belum ada yang menangkap fenomena
ini.
Mereka masih beranggapan "biasa" pada kehadiran Queen di ranah musik
dunia
di abad ini. Coba simak karya Queen yang dimainkan oleh London
Royal
Philharmonic Orchestra. Karya itu akan serasa lebih hebat dari
komponis-komponis klasik terdahulu.
Saya bahkan sempat mengajukan protes pada pihak manajemen
Hard
Rock CafEdi Jakarta. Kok bisa-bisanya Hard Rock CafEtidak memasang
memorabilia Queen sama sekali? Ada apa dengan intelektualitas
manajemen
ini?
Atau mungkin ada sentimen ras karena vokalis Queen memang bukan dari
Eropa,
tetapi dari Persia? Bisa jadi wacana ini ada benarnya.
Queen adalah penyempurna dari apa yang sudah di buat oleh The
Beatles,
Led
Zeppelin Black Sabbath, Jimi Hendrix, dan The Who.
* *Tapi itu semua tidak bisa mengurangi kegilaan saya
dalam
menikmati musik Queen. Dari tahun 1980, saat usia baru 12 tahun,
saya
sudah
menggemari Queen, sampai sekarang. Dan jujur saja, saya belum paham
bagaimana cara membuat musik sehebat ini. Bahkan menurut saya belum
ada
generasi setelah Queen di Inggris maupun Amerika yang bisa sejenius
mereka.
Mungkin Radiohead di album *OK Computer* dan beberapa album Muse
boleh
dianggap generasi yang cukup jenius. Meskipun sekarang juga ada U2.
Tapi
susah rasanya memasukkan karya-karya U2 dalam jajaran *fine art*
seperti
karya Queen. Meskipun juga tidak mudah untuk seperti U2 yang tetap
konsisten
dalam membuat album bagus. Amat sangat tidak mudah. Dan salah satu
kelebihan
U2 dari Queen adalah konser U2 yang masih enak untuk di tonton
meskipun
umur
karir mereka sudah 25 tahun. Saya pribadi sudah malas untuk
menyaksikan
rekaman konser Queen setelah umur karir mereka 10* *tahun. Apalagi
setelah
ada kumis di wajah Freddie Mercury
Salah satu yang mendorong Queen bisa eksis adalah keempat
personilnya yang cukup egois. Ini bisa dilihat dari sistem pembuatan
lagu
yang tidak pernah mereka kerjakan bersama atau berdua seperti yang
dilakukan
oleh John Lennon dan Paul McCartney. Hampir semua lagu dikerjakan
sendiri-sendiri hingga Album *A Kind of Magic. *Tapi pada akhirnya
budaya
itu lebur juga ketika mereka kompak membuat lagu "One Vision".
Artinya, dari Album *Queen I* mereka berempat selalu
membuat
lagu
dan lirik sendiri-sendiri. Dan keempat personilnya sudah
pernah
mencetak hits besar seperti "Bohemian Rhapsody" ( Freddie
Mercury ),
"Tie
Your Mother Down" (Brian may ), "Radio Ga Ga" ( Roger
Taylor), "Another
One
Bites The Dust" (John Deacon). Tapi ego itu cuma ada dalam pembuatan
lagu,
ego Freddie tidak tampak sebagai vokalis utama pemimpin band.
Kenapa?
Karena
di setiap album Queen, Freddie selalu mengalah dan membiarkan Brian
May
dan
Roger Taylor untuk menyanyikan 3 lagu dalam setiap album. Masih
ingat
lagu
yang judul nya *"'39"* dari album *A Night at the Opera?* Itu adalah
suara
lembut Brian May atau suara ala punk rock dari Roger Taylor di lagu
"Rock
it" di album *The Game*. Freddie harus mengalah karena suara gitaris
dan
drumernya itu memang sekelas penyanyi solo, tidak cuma buat gaya-
gayan.
Bahkan Roger Taylor sudah punya 3 album solo yang sangat bergaya
punk.
Begitu juga Brian May yang juga punya 3 album solo yang tidak hanya
menampilkan permainan gitar tapi juga suara yang bagus.
Bisa dibayangkan kalau dalam satu band ada tiga vokalis
dengan
karakter suara yang berbeda-beda? Yang pasti *choir *mereka selalu
terdengar
hebat karena masing-masing punya frekwensi suara yang berbeda-beda.
Coba
dengarkan "Bohemian Rhapsody", "Somebody to Love" dan "Hammer to
Fall".
Paduan suara yang bagus tidak akan mendapat ketebalan yang bagus
kalau
penyanyinya memiliki frekwensi yang sama.
Sangat biasa terjadi di kalangan musisi-musisi jenius yang memuja
musisi-musisi jenius idolanya .
Queen adalah contoh band yang benar-benar band. Keempat
personilnya memang punya andil yang besar dalam penegakan konsep
bermain
band. Keempat personilnya meskipun mempunyai kesukaan yang sama
terhadap
musik, tapi mereka juga punya kesukaan jenis musik masing-masing
yang
juga
berbeda. Misalnya Roger Taylor suka dengan musik punk dan itu
berpengaruh
kuat pada musik Queen dengan gempuran drum sangat terasa sekali
elemen
punk-nya. Coba simak lagu "Sheer Heart Attack" dari album *News of
the
World
*. Padahal tahun itu Sex Pistols juga baru muncul. Juga kegemaran
Brian
May
pada musik heavy metal bisa di simak di lagu "Stone Cold Crazy".
Saking
"gila"-nya lagu itu, sampai sampai Metallica menyanyikan lagi di
album
*Garage
Inc.* Kegilaan Freddy Mercury terhadap musik klasik juga sangat
berpengaruh
pada lagu "Millionaire Walts" dari album *A Day at the Races*
(1976 ).
Queen juga tidak pernah menyangkal kalau mereka adalah
pemuja
The Beatles. Pemujaan itu sering mereka tunjukkan dengan membuat
komposisi
yang memang disengaja mirip komposisi The Beatles. Coba simak dengan
seksama
komposisi "Jealousy" dari album *Jazz. *Bait pertamanya mirip
sekali
dengan
lagu The Beatles yang berjudul "Julia". Atau malah nada dan cara
nyanyi
John
Lennon di lagu "Mother" ditiru dalam lagu "Life is Real" yang
termuat
di
album *Hot Space*. Atau malah tidak cuma bagian nadanya, bahkan ada
judul
lagu Queen yang sama persis dengan judul lagu The Beatles. Tidak
percaya?
Coba simak lagu "Need Your Loving Tonigh" di album *The Game*
(198 ).
Itu
semua adalah bentuk penghargan pada The Beatles. Hal itu sangat biasa
terjadi di kalangan musisi-musisi jenius yang memuja musisi-musisi
jenius
idolanya .
Tapi sayangnya kejeniusan Queen mulai pudar saat mereka
merilis
album *Miracle*. Album ini juga seperti memberi tanda akan makin
pudarnya
Queen. Album ini kurang laku di pasaran. Apalagi di tahun itu juga
Freddie
Mercury, sang mega stardom, mulai terbuka pada publik kalau dirinya
terkena
HIV. Buah dari perilaku seksual sebagai gay -- bahkan ada sindikasi
biseks
-- yang dijalaninya selama bertahun-tahun. Queen sudah seperti Ratu
yang
sudah harus turun tahta hingga ajal menjemput Freddie Mercury,
vokalis
flamboyant itu dirumahnya di London pada 24 November 1991. (*)
--
adib hidayat
rollingstone indonesia
jl.bangka raya no.99 kemang
jakarta - indonesia - 12720
p: +62.21.719.3161
f : +62.21.718.20.74
www.rollingstone.co.id _________________ infecto groovalistic... |
|